Sumber : http://intisari.grid.id
Tahun lalu (2016), aku menikmati atmosfir Agustusan di Kampusku tercinta, Universitas Negeri Malang - UM. Yapss.. Saat itu, aku sedang menikmati masa-masa PKKMB (Perkenalan Kehidupan Kampus untuk Mahasiswa Baru) atau biasa disebut Ospek. Ospek di UM sangatlah bersahabat. Jauh dari kata perploncoan, setidaknya itu yang kurasakan.
Saat bertepatan tanggal 17 Agustus 2016, panitia Ospek tingkat Universitas menyelenggarakan Upacara Detik-detik Proklamasi juga di Gedung Graha Cakrawala. Gedung yang berisi sekitar 6500 mahasiswa itu bergetar oleh lagu Indonesia Raya. Semua berdiri tegak, hormat terhadap sang bendera, "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya," demikian Maba-maba itu menikmati lagu Indonesia Raya dengan penuh hikmat, dan aku berada di tengah ribuan Maba tersebut.
Selain itu, aku juga berusaha aktif di Pondok Gading, suatu Pondok Salaf yang mayoritas santrinya ialah mahasiswa. Pondok ini ada di dekat UM, 15 menit jalan kaki dari UM. Pondok Gading mengajarkanku banyak hal tentang cara bersikap di masyarakat. Budaya pondok yang masih sangat kental akan kultur budaya Jawa tersebut ialah pondok mahasiswa yang paling salaf dan paling ketat se-Maang Raya, sekaligus yang paling tua usia pondoknya. Aku sudah mulai cocok dengan pondok ini.
Dalam bulan Agustus, santri Pondok Gading tetap melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasanya. Gading punya cara tersendiri dalam memperingati HUT RI, ialah do'a bersama untuk bangsa dan negara. Sedangkan masyarakat sekitar pondok, memeriahkannya dengan perlombaan sederhana ala bapak-bapak dan ibu-ibu. Bagiku, bagaimana pun cara mengekspresikan rasa syukur atas kebikmatan kemerdekaan, yang terpenting ialah mereka sudah memperlihatkan betapa cintanya mereka terhadap bangsa dan negara ini. So, bagi semua pihak, khususnya pemerintah, janganlah engkau menciderai atau melukai hati rakyat yang begitu cinta dengan ibu pertiwi ini, atau kalian akan menyesal.
Banyak contoh dari prilaku dan sikap melukai hati rakyat, antara lain: (1) memakan uang rakyat yang telah susah payah membayar pajak; (2) suka mengumbar janji tanpa merealisasikan; (3) mencekik rakyat dengan menaikkan berbagai harga kebutuhan pokok, apa pun alasannya; (4) menipu rakyat melalui media massa untuk kepentingan pribadi dan golongan; (5) mengeluarkan Perppu sewenang-wenang tanpa berpikir panjang; (6) merampas hak-hak rakyat dan senantiasa memaksa rakyat untuk memenuhi kewajibannya. Sungguh, aku jijik menyaksikan aparat negara/pemerintah bertindak seperti itu. Aku jijik tidak pada orangnya, namun pada prilakunya. Sangat tidak pantas dijadikan panutan. Manusia memang tempat salah dan lupa, namun jika setiap hari melakukan salah tanpa ada rasa bersalah, maka (maaf) dia tidak pantas disebut manusia.
Semoga Pemerintah RI senantiasa diberi kesehatan oleh Tuhan, diberi kekuatan dalam menjalankan tugas-tugas negara, dan selalu diingatkan jika mereka mendholimi rakyatnya. Kemudian, semoga rakyat RI semakin cerdas memilih pemimpin, pengelola negara, dan orang-orang yang memperjuangkan aspirasinya (DPR). Selamat HUT RI ke-72. Salam Persaudaraan.!!
Malang, 7 Agustus 2017
Syarif Dhanurendra
Tidak Pantas Disebut Manusia
Oleh
Syarif Dhanurendra
Tanggal
8/07/2017 11:34:00 am
Sumber : http://intisari.grid.id Di Indonesia, semarak kegiatan Agustusan sangat meriah hingga menimbulkan atmosfir tersendiri ...